Menolak untuk mati, kata yang satu ini memang menjelaskan posisi Tomb
Raider dengan begitu tepat di industri game. Setelah beberapa seri yang
berakhir tak terlalu sukses, Lara Croft akhirnya tiba di tangan dingin
Crystal Dynamics dan Square Enix yang kemudian memutuskan untuk
menghadirkan sebuah seri reboot dengan cita rasa yang lebih modern.
Mengulang cerita dari petualangan pertamanya, ia kembali dengan
pendekatan mekanik game third person shooter yang seringkali disebut
mirip dengan game eksklusif Sony yang dikembangkan oleh Naughty Dog –
Uncharted. Sosok Lara yang di kala itu masih belum familiar dengan aksi
petualangan yang selama ini melekat pada sosok seri lawasnya harus
berjuang bertahan hidup. Bahkan untuk pertama kalinya, ia harus mencabut
nyawa orang lain.
Di seri sekuelnya, segala sesuatu yang ditawarkan Crystal Dynamics di seri Tomb Raider reboot ini berakhir lebih matang. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu sudah punya sedikit gambaran apa yang tengah kami bicarakan.
Ia hadir dengan peningkatan kualitas visualisasi yang cukup signifikan,
perbaikan di beragam lini gameplay, penambahan fitur yang membuatnya
tampil lebih kompleks, lebih banyak tantangan untuk diselesaikan, dengan
gerak cerita yang memang pantas untuk diacungi jempol. Impresi pertama
yang ia tawarkan memang harus diakui, cukup positif. Rise of the Tomb
Raider cukup menawarkan banyak hal baru yang membuatnya menawarkan nilai
jual yang lebih kuat.
Lantas, apa yang ditawarkan oleh Rise of the Tomb Raider ini? Mengapa
kami menyebutnya sebagai penyempurnaan di beragam sisi? Review ini akan
membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Lara Croft bukan lagi sosok wanita penakut dan peragu seperti ketika ia
berada di Yamatai. Satu tahun cukup untuk mengubah sosok tokoh
protagonis wanita yang satu ini.
Berbeda dengan seri pertama Tomb Raider reboot yang memosisikan diri
sebagai sebuah kisah awal petualangan Lara Croft, dimana karakter wanita
ikonik yang satu ini terlihat begitu penakut dan peragu, Rise of the
Tomb Raider membawa sosok Lara Croft yang lebih kita kenal. Mengambil
satu tahun setelah event yang terjadi di Yamatai, Lara kini terlihat
lebih matang dan mulai bertindak seperti seorang Croft yang
sesungguhnya. Ia mulai berusaha mencari lebih banyak jawaban terkait
peradaban kuno di masa lalu dan menemukan sebuah misteri yang sudah lama
menghantui hidupnya. Sebuah misteri yang telah merenggut nyawa sang
ayah – Richard Croft. Dengan pilihannya sendiri, ia ingin menyelesaikan salah satu misteri yang tak sempat terjawab oleh ayahnya – Richard Croft.
Tak hanya ingin membersihkan nama sang ayah, ia juga melihat bahwa
sumber kehidupan abadi ini akan jadi solusi untuk masalah klasik umat
manusia – sakit dan mati.
Di semasa hidupnya, Richard Croft selalu terobsesi dengan sebuah
artifak yang ia percaya bisa membawa manusia pada sumber kekuatan untuk
mencapai hidup yang abadi. Masih belum pulih dari pengalaman traumatis
yang sempat ia lalui di Yamatai, Lara memutuskan untuk mengejar misteri
yang berhubungan dengan sosok seorang nabi dari Konstantinopel yang satu
ini. Ia mengejar artifak ini untuk dua tujuan utama: melihatnya sebagai
solusi terbaik untuk masalah klasik manusia yang masih terus terjadi di
seluruh belahan dunia – sakit dan kematian, sekaligus berusaha
membersihkan nama sang ayah yang sempat dicibir karena obsesinya
mengejar misteri yang diketahui mengakar sesuatu yang disebut “Divine
Source” ini. Tak mudah, sebuah organisasi kuno bernama Trinity berusaha mencapai hal yang sama. Seperti yang bisa Anda prediksi, perjalanannya tak akan mudah.
Maka perjalanan ini pun membawa Lara ke beragam belahan dunia, dari
tanah kering Syria hingga tempat bersalju Siberia. Namun seperti yang
bisa diprediksi, perjalanan ini sendiri tak mudah. Sebuah organisasi
misterius dengan kemampuan militer yang tangguh bernama Trinity berusaha
mengejar artifak yang sama, yang sekaligus berusaha menghalangi
progress yang tengah dicapai oleh Lara saat ini. Tak ada yang bisa
digali dari Trinity selain fakta bahwa ia sudah eksis sejak peradaban
masa lampau dan kini dipimpin oleh seorang yang bengis bernama
Konstantin. Trinity tampaknya hendak menggunakan kesempatan untuk hidup
abadi tersebut untuk menggalang kekuatan militer yang tak terkalahkan
dan menguasai dunia. Di tengah persaingan sengit ini hadir sebuah faksi
berbeda yang berusaha melindungi Divine Source dari tangan jahil, baik
Trinity maupun sosok Lara itu sendiri. Tantangan seperti apa yang harus dihadapi Lara? Siapa pula sosok Trinity ini? Apa pula itu “Divine Source”?
Mampukah Lara menemukan si Divine Source ini? Tantangan seperti apa
yang harus ia hadapi? Siapa pula Trinity? Semua jawaban dari pertanyaan
tersebut bisa Anda temukan dengan memainkan Rise of the Tomb Raider yang
satu ini.
Review ini menggunakan testbed dari Roccat
Dikerjakan dan Dimainkan dengan Kave XTD, Roccat Kone XTD, Roccat Raivo, dan Roccat Ryos MK Pro
Lompatan Visual!
Dibandingkan dengan seri pertamanya, lompatan visual yang ditawarkan Rise of the Tomb Raider memang terhitung signifikan.
Tomb Raider Reboot yang dirilis di tahun 2013 yang lalu memang
memperkenalkan kepada kita sosok Lara Croft yang berbeda. Crystal
Dynamics mempresentasikan kepada kita sosok Lara yang lebih “manusiawi”
baik dari segi karakter ataupun visual dengan ekstra kemampuan untuk
memproyeksikan emosi jauh lebih baik. Kemampuanya untuk menawarkan
atmosfer yang lebih kuat dari sisi lingkungan dengan ragam efek visual
dari cuaca hingga cahaya juga pantas untuk diacungi jempol. Secara garis
besar, Anda akan menemukan pendekatan yang hampir serupa di Rise of the
Tomb Raider ini. Bahwa Anda masih akan berpetualang di ragam arsitektur
kuno dengan ekstra dramatisasi di sana ini. Bedanya? Mewakili statusnya
sebagai sebuah game yang dirilis di platform generasi ini, ia tampil
dengan lompatan visual yang menakjubkan! “Enggak, cuman pakai shampoo kok” Efek salju yang menempel di seluruh tubuh. Efek cuaca yang membuat segala sesuatunya terasa dramatis.Dat lighting..
Sebuah game generasi baru yang memanjakan mata, detail yang
ditawarkan Rise of the Tomb Raider, setidaknya dari versi PC dengan
setting grafis mentok kanan seperti yang kami cicipi, memang
mengagumkan. Tekstur yang ditawarkan di setiap sudut terlihat begitu
tajam, dengan efek tata cahaya yang juga pantas untuk diacungi jempol.
Salah satu yang mengalami peningkatan cukup drastis adalah perubahan
efek cuaca yang kini juga mempengaruhi diri Lara itu sendiri. Anda bisa
melihat bagaimana pakaiannya yang di awal terlihat begitu bersih,
tiba-tiba memutih seiring dengan lebih banyak salju yang turun mengenai
dirinya. Begitu juga dengan efek visual rambut yang diusung. Dengan
teknologi bernama “Pure Hair”, efek yang sempat ditawarkan oleh
teknologi Tress FX di masa lalu kini terlihat lebih luar biasa dan
sempurna. Rancang arsitektur kunonya juga pantas untuk diacungi jempol.Lord of the Rings??!
Efek visual yang lebih baik ini tentu saja membuat pengalaman gaming
terasa lebih memesona. Namun tak hanya soal visualisasi di sisi teknis
saja, kita juga kemampuan Crystal Dynamics untuk meracik sebuah dunia
arsitektur kuno yang juga tak kalah menawan. Beberapa menuntut Anda
meyelami sebuah gua dalam penuh air untuk mencapainya, salah satu
berbentuk kapal karam yang terdampar di tengah reruntuhan es, sementara
ada sebuah kota kuno lainnya yang terlihat seperti muncul dari dunia
yang diracik Tolkien di Lord of the Rings. Beberapa dipenuhi dengan
serigala bengis, lainnya berada di balik air terjun yang menyatu dengan
hujan lebat yang terus terjadi. Untuk urusan visual, Rise of the Tomb
Raider hadir lebih baik.
Sensasi Action yang Serupa
Secara garis besar, sensasi gameplay utama yang ia tawarkan tak banyak berbeda dengan seri pertamanya.
Secara garis besar, Rise of the Tomb Raider sebenarnya tak banyak
berbeda dengan serI Tomb Raider reboot sebelumnya. Secara mendasar,
sensasi action yang ia tawarkan masih serupa. Anda masih akan
berpetualang dari satu titik ke titik lainnya, melewati serangkain
tantangan platform yang memuat efek dramatisasi di dalamnya. Lara
kembali hadir sebagai seoarang karakter wanita protagonis dengan nasib
tersial yang pernah ada di industri game. Ia seolah tak pernah
berkesempatan untuk menjalani petualangannya dengan lebih “damai” dan
harus berhadapan dengan fakta bahwa semesta seolah berkonspirasi untuk
membunuhnya secepat mungkin. Bergelantungan di atas lapisan es yang
hampir runtuh, hampir terseret arus sungai dan tenggelam, atau hampir
dihabisi karena kelengahan, Anda tampaknya sudah mengerti formula
seperti apa yang ia tawarkan di sini.
Lara tetap jadi tokoh protagonis wanita “tersial” sepanjang sejarah.
Semesta seolah berkonspirasi untuk membunuhnya di setiap kesempatan.
Ia diperkuat dengan perlengkapan lebih baik, termasuk anak panah yang
bisa digunakan sebagai tempat berpijak untuk menggapai area lebih
tinggi.
Hanya saja Lara kini diperkuat dengan lebih banyak perlengkapan untuk
mendukung petualangannya yang kini lebih berbahaya. Ia memang masih
hadir dengan perlengkapan memanjat yang serupa, namun di pertengahan
permainan, Anda akan diperkuat dengan ekstra Wire Pool yang memungkinkan
alat memanjat ini berfungsi layaknya sebuah grappling hook. Sebuah
equipment baru juga disuntikkan untuk memfasilitasi aksi Lara yang kini
jauh lebih sering berada di bawah air, termasuk kesempatan untuk
“membangun” jalan Anda sendiri dengan alternatif panah yang lebih kokoh
sebagai pijakan. Anda akan dituntut untuk memahami kapan saat yang tepat
untuk menggunakan alat-alat ini. Sisi aksi demikian. Anda tetap bisa menyelesaikannya secara stealth. atau full frontal!
Dari sisi action juga demikian. Lara tetap akan didukung dengan
beberapa varian senjata, dengan empat diantaranya bisa digunakan dan
digonta-ganti sesuai kebutuhan. Panah tentu saja masih jadi andalan
menyelesaikan tantangan secara stealth dengan lebih efektif selain tentu
saja, mengendap dan menghabisi setiap musuh yang ada dari belakang.
Kebebasan untuk memilih metode seperti ini masih terbuka lebar, dimana
stealth akan menawarkan varian resiko yang tentu saja, lebih minim.
Musuh yang Anda hadapi juga beragam dengan beberapa di antaranya
menuntut implementasi strategi tertentu, seperti mereka yang hadir
dengan membawa tameng, misalnya. Sisanya? Selayaknya sebuah game third
person shooter, Anda akan menembak, berlindung, dan memastikan bertahan
hidup sebelum beraksi ke area selanjutnya. Anda bisa memilih alternatif skill untuk memperkuat Lara. Anda juga bisa memodifikasi dan memperkuat senjata yang ada.
Sistem skill dan modifkasi equipment dari seri sebelumnya juga
kembali. Dengan menggunakan api unggun yang tersebar di sepanjang
perjalanan sebagai checkpoint, Anda bisa menggunakannya untuk memperkuat
Lara dari segi skill dan senjata yang ia gunakan. Dengan menyelesaikan
serangkaian side-quest yang ada dan mengumpulkan beragam resource yang
tersebar, Anda bisa membuat Lara jauh lebih efektif untuk menghabisi
setiap musuh yang ada. Bagian skill sendiri terbagi menjadi tiga
kategori besar – Brawler, Hunter, dan Survivor yang masing-masing
merepresentasikan fokus kemampuan yang berbeda. Brawler, misalnya,
menawarkan kesempatan untuk membuat Lara lebih tangguh saat menerima
damage, sementara Hunter, membuatnya lebih efektif sebagai seorang
pembunuh. Sementara dari kategori senjata, modifikasi yang bisa Anda
terapkan juga akan membuatnya bisa lebih diandalkan di setiap situasi
yang ada.
Memang rasional untuk melihat karakter Lara yang tumbuh lebih kuat
setelah apa yang terjadi dengan dirinya di seri pertama. Namun
sayangnya, balancing dengan tingkat kesulitan yang ada terhitung buruk. Memanah tiga musuh sekaligus, di kepala? What is this? The Rise of Hawkeye? Sebagian musuh berakhir “sekedar” sasaran tembak.
Dengan bertambah matangnya karakter Lara, maka menjadi sesuatu yang
sangat rasional untuk melihat dirinya kini diperkuat dengan kemampuan
berbeda yang jauh lebih keren dan serius. Namun sayangnya, hal ini
menjadi bumerang tersendiri. Beberapa skill yang bisa diambil
benar-benar membuat sosok Lara terlihat terlalu overpowered sebagai
karakter protagonis, yang tentu saja berlawanan dengan usaha untuk
membuatnya lebih “manusiawi” seperti seri pertamanya. Efeknya juga
membuat tingkat kesulitan game ini di tingkat normal berakhir memble di
akhir-akhir permainan. Salah satu skill tersebut adalah kemampuan Lara
untuk melakuan Double-Shot / Triple-Shot yang memungkinkannya untuk
menembak dua / tiga panah sekaligus, secara otomatis ke titik fatal
musuh dari kejauhan. Begitu skill ini Anda dapatkan, segala sesuatunya
menjadi terlalu mudah. Satu-satunya tantangan yang mengkhawtirkan
hanyalah mereka yang berlari cepat ke arah Anda. Hadirnya skill ini
memang membuat game in terasa kurang menantang. Jika Anda mencintai seri sebelumnya, Anda akan jatuh hati juga dengan seri ini.
Secara garis besar, apa yang Anda dapatkan dari Rise of the Tomb
Raider secara fondasi tak berbeda dengan apa yang sempat Anda nikmati di
Tomb Raider reboot yang dirilis di tahun 2013 silam. Action third
person shooter yang solid, ekstra platformer dengan dramatisasi yang
mudah diprediksi, kualitas visualisasi yang memanjakan mata, dan tentu
saja ragam modifikasi skill dan senjata yang bisa dioptimalkan untuk
mendukung petualangan Anda. Satu hal yang juga jadi sumber keluhan kami
adalah minimnya animasi kematian Lara yang brutal seperti di seri
pertama. Anda setidaknya, tak akan lagi bertemu dengan sosok Lara yang
berteriak kesakitan ketika cabang pohon tajam menghujam lehernya.
Uncharted? Lebih Seperti ke Perkawinan dengan Far Cry!
Alih-alih Uncharted, inspirasi utama Rise of the Tomb Raider justru terasa lebih mengakar ke Far Cry.
Jika melihat apa yang dilakukan Crystal Dynamics di seri sebelumnya
dan fakta bahwa Microsoft secara terbuka menjadikan Rise of the Tomb
Raider sebagai senjata utama untuk bersaing dengan Uncharted dari Sony
dan Naughty, tidak mengherankan jika kita mulai mengira bahwa inspirasi
Uncharted ini akan terus menguat dengan lebih banyak seri meluncur ke
permukaan. Namun mencicipi Rise of the Tomb Raider hingga selesai, yang
memakan waktu sekitar 12 jam permainan, membuat kami menyimpulkan satu
hal yang tampaknya terlihat jauh lebih jelas. Bahwa alih-alih mengambil
dan menguatkan citra “Uncharted” di dalam dirinya, Rise of the Tomb
Raider justru menarik inspirasi gameplay dari franchise yang tak pernah
Anda perkirakan sebelumnya – Far Cry.
Apa yang membuat kami mengambil kesimpulan demikian? Karena sejak
awal permainan Anda bisa melhat lebih jelas mekanisme gameplay baru Rise
of the Tomb Raider yang terasa familiar. Ia kini hadir dengan konsep
open-world yang lebih kaya dibandingkan seri sebelumnya. Tak hanya
sekedar menjadi “tempat bermain” untuk bergerak dari satu titik ke titik
lainnya, Crystal Dynamics memastikan bahwa Lara akan bisa melakukan
banyak hal untuk dunia yang juga bisa ia jelajahi ulang dengan
menggunakan api unggun sebagai titik fast travel yang satu ini. Semua
kesibukan yang akan membuat Lara tak sekedar bergerak untuk mencari dan
menyelesaikan misi utamanya. Kesan open-world yang lebih kentara. Aksi mengumpulkan resource dari beragam sumber jadi sesuatu yang lebih esensial.
Sebagai contoh, ambil sistem crafting yang ia usung, misalnya. Tak
lagi sekedar menjadikan satu mata uang untuk membuka beragam jenis
upgrade senjata dan variasi peluru yang bisa digunakan, Anda kini
didorong untuk mengumpulkan resource yang lebih beragam. Untuk membuat
panah, Anda kini harus mengumpulkan kayu dan bulu, yang bisa didapatkan
dengan berburu burung liar dan mematahkan ranting pohon kecil di
sepanjang permainan, misalnya. Beberapa upgrade inventory untuk membuat
Anda bisa membawa lebih banyak anak panah, misalnya, ternyata
membutuhkan kulit beruang yang mau tidak mau, hanya bisa Anda dapatkan
dengan berburu mereka di lokasi yang spesifik, yang untungnya juga
terlihat jelas di peta. Dengan variasi peluru lebih banyak untuk satu
senjata yang sama, aksi mengumpulkan resource ini menjadi sesuatu yang
lebih esensial. Jangan sampai usaha Anda untuk membunuh binatang buas
seperti macan tutul yang bisa dilumpuhkan dengan panah racun misalnya,
jadi tak terjadi hanya karena Anda melewatkan ragam jamur sebagai
resource untuk meraciknya. Kerennya lagi? Lara bisa melakukan crafting,
terutama panah dan alat penyembuh, secara instan.
Crafting juga tak hanya berkisar soal persiapan sebelum pertarungan
seperti ini saja. Lara juga punya kemampuan untuk meracik senjata secara
instan di tengah situasi pertarungan yang panas jika ia menemukan satu
objek terpenting darinya. Sebagai contoh? Ketika Anda berada dalam
kondisi terdesak dan harus berlindung di balik dinding yang tipis. Tak
lagi punya granat, Anda bisa mencari sebuah kaleng kecil di sekitar area
yang biasanya digunakan untuk mengalihkan perhatian musuh saat bermain
stealth untuk meracik sebuah peledak instan selama resource lain
dipenuhi. Atau Anda bisa mengambil botol dan meracik molotov jika
dibutuhkan, seperti halnya The Last of Us. Butuh peledak? Racik bomb di tempat! Kini juga hadir dengan sistem side-mission.
Dari deksripsi di atas saja, kami yakin Anda sudah sedikit mengerti
mengapa kami menyebut bahwa Rise of the Tomb Raider memang terlihat
menjadikan Far Cry (dan sedikit The Last of Us) sebagai salah satu
sumber inspirasi untuk mekaniknya yang baru. Satu yang pasti, ia kini
memang mengusung citra open-world yang lebih kentara. Hingga pada batas
bahwa beberapa lokasi bahkan akan memuat misi sampingan dengan reward
menggiurkan yang tak bisa Anda tolak begitu saja. Misi sampingan ini
bisa meminta Anda membersihkan area tertentu, menghancurkan objek dalam
jumlah spesifik, atau bahkan menyelamatkan sandera yang dikurung oleh
Trinity. Kerennya lagi? Reward-nya bukanlah sekedar mata uang atau
peluru saja, tetapi juga item kunci sepenting Lockpick, misalnya, yang
bisa saja Anda “lewatkan” jika malas. Akan jadi mimpi buruk karena
banyak peti dan lemari berisikan resource di sepanjang perjalanan yang
hanya bisa diakses dengan kunci kecil ini.
Citra Anda sebagai seorang penjarah makam juga diperkuat dengan
rangkaian makam kuno yang menunggu untuk Anda selesaikan dengan reward
menggoda di akhir perjalanannya. Setiap makam kuno ini tentu akan
diperkuat dengan puzzle sederhana yang hanya butuh logika sederhana
untuk diselesaikan. Varian makam yang bisa Anda tundukkan. Setiap makam ini hadir dengan tema dan tantangan puzzle uniknya sendiri. Ia kini menjadikan skill sebagai reward.
Seolah sudah belajar dari kesalahan Tomb Raider reboot yang memuat
“hadiah” akhir makam kuno seperti dengan part senjata modern yang
seharusnya tidak masuk akal untuk terjadi, mereka kini menggantinya
dengan rangkaian skill yang akan membantu petualangan Lara lebih jauh.
Salah satunya, misalnya, memungkinkan Anda untuk bermanuver lebih cepat
ketika memanjat atau mampu menembak panah kedua secara instan setelah
panah pertama mendarat. Kerennya lagi? Seperti yang kami sebut di awal,
kemampuan Crystal Dynamics untuk meracik semua puzzle dan arstitektur
kuno setiap makam ini memang pantas diacungi jempol. Semuanya hadir
dengan atmosfer unik dan berbeda, lengkap dengan tuntutan penyelesaian
yang juga tak pernah sama. Beberapa menuntut Anda untuk mengendalikan
ketinggian air, yang lain meminta Anda memikirkan mekanisme rel,
sementara lainnya menuntut Anda untuk beraksi di timing yang tepat. Luar
biasa, tentu saja.
Sistem toko yang menjual modifikasi dan perlengkapan langka juga
diperkenalkan. Anda bisa membeli setiap dari mereka dengan mata uang
kuno yang tersebar di sepanjang perjalanan. Termasuk pakaian varian Commando yang satu ini.
Maka di tengah kesibukan konsep open-world yang lebih kentara ini,
Anda juga akan disibukkan dengan lebih banyak misi-misi kecil sampingan
yang tak terlalu signifikan untuk diperhatikan, tetapi menawarkan reward
yang cukup menggoda untuk diselesaikan. Salah satu komponen teranyar
yang cukup mengejutkan kami adalah hadirnya sistem toko di sini. Jadi
tak lagi sekedar hanya mengandalkan aksinya, ada salah satu pihak yang
secara terbuka membuka toko dengan ragam equipment dan elemen modifikasi
untuk Anda lirik dan beli, termasuk varian pakaian di dalamnya. Tak
bisa dibeli dengan sekedar uang biasa, Anda harus mengumpulkan uang kuno
dalam jumlah terbatas di sepanjang perjalanan untuk membelinya di
tingkat harga yang tak murah ini.
Belum Selesai
Rise of the Tomb Raider menjadi sebuah konfirmasi bahwa kita akan
bertemu dengan lebih banyak seri Tomb Raider lagi di masa depan.
Ketika Tomb Raider reboot di seri pertama membuka sebuah kisah awal
untuk lahirnya Lara Croft sebagai seorang legenda di industri game, Rise
of the Tomb Raider menjadi sebuah konfirmasi pasti bahwa Lara Croft dan
franchise andalannya ini tak akan ditinggalkan Crystal Dynamics dan
Square Enix dalam waktu dekat ini. Ia membuka peluang cerita yang lebih
kuat dengan benang merah yang jelas, bahwa Lara kini bukan lagi sekedar
akan terlibat dalam petualangan untuk menjawab beragam misteri-misteri
kuno nan misterius di seluruh dunia. Bahwa semua konflik yang ia hadapi
saat ini dan di masa depan, punya kemungkinan bertumbuh menjadi sesuatu
yang lebih personal.
Dengan fondasi yang dibangun Square Enix dan Crystal Dynamics di
akhir cerita Rise of the Tomb Raider, maka menjadi sangat jelas bahwa ia
akan terus jadi franchise yang dieksploitasi hingga mungkin beberapa
seri ke depan. Lara dengan jelas memperkenalkan kemungkinan pihak yang
akan berperan sebagai “Big Bad Wolf”, sekaligus sebuah simpul pengikat
yang akan menjadi motivasinya untuk terus mengeksplorasi beragam
arsitektur kuno sebagai seorang penjarah makam. Rise of the Tomb Raider
adalah sebuah awal untuk jamainan akan seri sekuel lagi di masa depan.
Pertanyaannya kini, apakah kami akan cukup mengantisipasi seri
terbaru ini di masa depan setelah memainkan Rise of the Tomb Raider?
Jawabannya, iya. Crystal Dynamics setidaknya berhasil membangun sebuah
benang merah baru yang tetap misterius dan mengundang lebih banyak
pertanyaan. Gelombang antisipasi ini juga menguat jika melihat seberapa
signifikan peningkatan yang mereka tawarkan dari seri pertama ke seri
sekuel ini. Jika Crystal Dynamics tidak takut untuk menyuntikkan lebih
banyak pendekatan mekanik baru sekaligus mempertahankan sesuatu yang
memang berfungsi dengan baik, maka lebih banyak seri Tomb Raider adalah
sesuatu yang kami sambut dengan terbuka. Setidaknya untuk saat ini.
Kesimpulan
Rise of the Tomb Raider tetaplah sebuah game action yang memesona.
Hampir semua elemen yang ia tawarkan dieksekusi dengan luar biasa,
dengan penyempurnaan di beragam sisi jika dibandingkan dengan seri
pertamanya. Sebuah pengalaman game action yang pantas untuk Anda lirik!
Rise of the Tomb Raider adalah sebuah seri game action yang
mengagumkan. Ia mengusung hampir semua hal yang Anda sukai dari sebuah
game third person shooter: kualitas visualisasi memesona, mekanik
gameplay yang keren, ekstra dramatisasi di sana-sini, jalinan cerita
yang solid, konsep open-world yang lebih kentara, dan tentu saja
penyempurnaan yang membuatnya lebih sempurna dibandingkan dengan seri
pertamanya. Dengan semua kombinasi yang luar biasa ini, ia menghasilkan
sebuah sensasi gameplay yang seru, menegangkan, terasa baru, tetapi juga
familiar di saat yang sama. Kombinasi yang akan membuat Anda yang
mencintai seri Tomb Raider reboot khususnya, atau game third person
shooter pada umumnya, jatuh hati dengan mudah.
Walaupun demikian, bukan berarti game ini tidak hadir dengan
kekurangan. Seperti yang kami bicarakan sebelumnya, ada dua point yang
menjadi sumber keluhan: tingkat kesulitan dan keengganan untuk
menghadirkan kembali scene super gore seperti seri sebelumnya. Seiring
dengan progress permainan, skill yang bisa diambil dari Lara terasa
sangat imbalance dan membuat musuh biasa terasa tak lebih dari sebuah
sasaran tembak panah yang hanya menunggu nyawanya untuk dicabut.
Satu-satunya ancaman yang relevan hanyalah datang dari mereka yang hadir
dengan ekstra pertahanan atau sifat yang lebih agresif. Minimnya
animasi kematian yang menyayat hati seperti seri pertama juga terasa
seperti sebuah “daya tarik”yang hilang dari seri yang satu ini.
Namun terlepas dari kekurangan yang ada, Rise of the Tomb Raider
tetaplah sebuah game action yang memesona. Hampir semua elemen yang ia
tawarkan dieksekusi dengan luar biasa, dengan penyempurnaan di beragam
sisi jika dibandingkan dengan seri pertamanya. Sebuah pengalaman game
action yang pantas untuk Anda lirik!
Kelebihan
Lara yang semakin “matang”
Kualitas visual mengagumkan
Tata cahaya yang keren
Atmosfer dunia yang luar biasa
Kesan open-world yang lebih kentara
Cerita yang solid
Puzzle yang menantang, tapi tidak mustahil
Lara Croft yang terlihat lebih matang
Kekurangan
Beragam scene gore yang membuat Anda simpatik dengan sosok Lara di seri pertama seolah lenyap begitu saja.
Tingkat kesulitan rendah di level normal
Minimnya animasi gore dari seri pertama
Cocok untuk gamer: pencinta Tomb Raider reboot, yang merindukan sebuah game action third person berkualitas Tidak cocok untuk gamer: yang tak terlalu suka dengan sosok Lara yang baru, butuh tantangan
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
0 komentar:
Posting Komentar